Makalah Perubahan Sosial di Desa Pondowan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
             Setiap masyarakat pada umumnya pasti mengalami suatu perubahan dan perubahan tersebut terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai perubahan nilai-nilai sosial,pola prilaku,norma-norma sosial dan lain-lain. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat mempunyai dampak terhadap masyarakat tersebut,baik itu dampak positif maupun dampak negative.
              Sekarang ini perubahan-perubahan sosial terjadi dengan sangat cepat. Hal ini di pengaruhi oleh adanya modernisasi dan juga globalisasi. Perubahan sosial yang paling terlihat mencolok dan cepat yaitu perubahan pada bidang teknologi. Sekarang ini banyak sekali penemuan-penemuan baru di bidang teknologi yang dengan cepat dapat di ketahui masyarakat kota bahkan masyarakat desa sehingga mengakibatkan perubahan di masyarakat desa.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari perubahan sosial?
2.      Apa saja perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat di desa Pondowan?
3.      Bagaimana dampak perubahan sosial tersebut terhadap masyarakat di desa Pondowan?

1.3 TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui pengertian dari perubahan sosial.
2.      Mengetahui perubahan sosial yang ada di dalam masyarakat di desa Pondowan.
3.      Mengetahui dampak perubahan sosial yang ada di dalam masyarakat di desa Pondowan.

 
BAB II
PEMBAHASAN

             
2.1 PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL
       Sebelum membahas tentang perubahan sosial yang ada di desa Pondowan,alangkah baiknya kita mengetahui dahulu pengertian perubahan sosial. Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai perubahan sosial menurut para ahli :
1.      William F. Ogburn berusaha memberikan suatu pengertian tertentu ,walau tidak member definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material ,yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
2.      Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya ,timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi dan politik.
3.      Mac Iver , perubahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan(equilibrium) hubungan sosial.
4.      Gillin dan Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah di terima ,baik karena kondisi perubahan-perubahan geografis ,kebudayaan materil,komposisi penduduk ,ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Secara singkat Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
5.      Selo Soemardjan: perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai   sikap,dan pola perilaku di antara kelompk-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia,yang kemudian memengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
                   
2.2  PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL DI DESA PONDOWAN
Perubahan sosial yang ada di desa Pondowan yaitu sebagai berikut:
a.      Perubahan Sosial Pada Gaya Bahasa
Pada masyarakat Pondowan sekarang ini pola perilaknya berbeda dengan dahulu. Dahulu seseorang yang lebih muda jika berbicara dengan orang yang lebih tua akan menggunakan bahasa jawa karma,tapi sekarang hal tersebut  jarang terjadi. Sekarang ini para pemuda jika berbicara dengan orang tua menggunakan bahasa jawa ngoko,mereka seperti berbicara dengan teman sebayanya. Selain itu anak-anak dan para remaja di desa Pondowan  kadang-kadang juga menggunakan bahasa-bahasa yang populer atau biasa disebut bahasa gaul dalam berbicara. Mereka meniru bahasa-bahasa tersebut melalui tayangan televisi  yang mereka lihat sehari-hari bahkan ada beberapa anak-anak kecil yang  berbicara kasar terhadap orang  yang lebih tua apabila di nasehati. Mereka tidak mau mendengar perkataan orang tua dan cenderung membantah orang tua.
  
b.      Perubahan Sosial Pada Bidang Teknologi
Sekarang ini di desa Pondowan sudah banyak menggunakan teknologi yang modern dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di desa Pondowan sudah mulai mengenal teknologi-teknologi yang canggih seperti handphone kamera, laptop, dan notebook. Sekarang hampir semua masyarakat di desa Pondowan sudah mempunyai handphone,padahal dahulu masyarakat di desa Pondowan harus pergi ke WARTEL (warung telephone) yang berada di luar desa jika ingin menelephone seseorang karena di desa Pondowan tidak ada WARTEL dan pemilik handphone masih sangat sedikit berbeda dengan saat ini yang hampir semua masyarakat di desa Pondowan sudah memiliki handphone.
Selain alat komunikasi yang mengalami perubahan, alat yang digunakan untuk bekerja juga berubah,seperti alat membajak sawah dan kendaraan tradisional yang mulai hilang perlahan-lahan. Sekarang ini masyarakat desa Pondowan menggunakan traktor  untuk membajak sawah,mereka sudah tidak menggunakan sapi atau kerbau lagi. Selain itu kendaraan tradisional seperti becak dan dokar sudah tidak ada,kalaupun ada becak,becak tersebut sudah di modifikasi menjadi becak motor bukan becak yang di kayuh.

c.       Perubahan Pada Cara Bermain Anak-anak
Di desa Pondowan cara bermain anak-anak juga mengalami perubahan. Dahulu anak-anak di desa Pondowan jika bermain masih menggunakan permainan tradisiaonal. Mereka akan berkumpul bersama-sama di tanah yang tidak ada bangunannya. Dahulu anak-anak di desa Pondowan senang membuat mainan sendiri,seperti membuat layang-layang,tembak-tembakan dari bambu,dan mobil-mobilan dari kayu. Tetapi sekarang ini anak-anak di desa Pondowan lebih suka membeli mainan yang ada di toko dan malas membuat mainan sendiri. Selain itu sekarang anak-anak di desa Pondowan juga jarang bermain mainan tradisional seperti bermain petak umpet,ingklik,apolo,cutik biting, bentikan, gudak dodok, bola bekel, dan lompat tali. Padahal mainan tersebut dulunya sering di mainkan anak-anak di desa pondowan saat setelah pulang sekolah hingga sore.
 
2.3  Dampak Perubahan Sosial Terhadap Masyarakat di Desa Pondowan
Suatu perubahan pasti mempunyai dampak tersendiri,entah itu dampak positif maupun dampak negative. Berikut ini adalah beberapa dampak negative dari adanya perubahan sosial di desa Pondowan yaitu:
a)      Dampak Positif Perubahan Sosial di Desa Pondowan
i)        Masyarakat di desa Pondowan bisa lebih banyak mengetahui informasi dari luar daerah dengan adanya teknologi.
ii)      Desa Pondowan bisa menjadi lebih maju.
iii)    Karena adanya teknologi yang semakin canggih membuat masyarakat menjadi mudah dalam beraktivitas, contoh ; dulu untuk menelephone seseorang harus pergi ke WARTEL dulu,tapi sekarang dengan adanya Handphone masyarakat tidak perlu ke WARTEL dulu.
iv)    Remaja di desa tidak menjadi gaptek dan mudah dalam mengakses informasi.
v)      Kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
b)      Dampak Negative Perubahan Sosial di Desa Pondowan  
1.      Hilangnya sikap sopan santun terhadap yang lebih tua oleh kalangan remaja.
2.      Hilangnya kretivitas anak dalam bermain karena anak-anak sekarang cenderung lebih suka membeli mainan yang menurut mereka lebih praktis karena tidak usah susah payah untuk membuat.
3.      Kebebasan anak dalam mengakses internet yang membuat anak-anak kadang mendapat informasi yang tidak seharusnya.
4.      Orang tua yang tidak faham teknologi menjadi sulit mengendalikan anaknya dalam menggunakan teknologi.
5.       Anak-anak menjadi sulit untuk di nasehati dan tidak mau mendengar nasehat orang tua  akibat hilangnya sikap sopan santun.








BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
             Dari uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa pada saat ini di desa Pondowan sudah mengalami perubahan sosial. Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat di desa Pondowan di antaranya yaitu yang pertama, perubahan pada gaya bahasa yang di gunakan oleh para remaja yaitu yang dulunya menggunakan bahasa karma saat berbicara dengan orang yang lebih tua sekarang menggunakan bahasa ngoko.Kedua yaitu perubahan sosial pada bidang teknologi. Dahulu di desa Pondowan masih menggunakan alat-alat tradisional sekarang sudah menggunakan alat-alat yang lebih modern. Perubahan sosial yang ketiga yaitu perubahan pada cara bermain anak-anak di desa Pondowan. Contoh dari perubahan ini yaitu anak-anak di desa Pondowan yang dulunya membuat maianan sendiri untuk bermain sekarang lebih suka membeli mainan yang di jual di toko yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak kreativ dan malas
Perubahan-perubahan di atas menyebabkan beberapa dampak negative dan juga mempunyai dampak positif. Salah satu dampak dari perubahan sosial tersebut yaitu sikap sopan santun  terhadap orang yang lebih tua sudah mulai menghilang. Dari perubahan tersebut yang terkena dampak paling besar dari perubahan sosial yang ada di masyarakat yaitu anak-anak dan remaja. Karena anak-anak dan remaja itu lebih mudah menerima kebudayaan baru.
3.2  Kritik dan Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi “Perubahan Sosial Di Desa Pondowan” yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat di harapkan oleh penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA
  
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2006.

Lembaga Kesehatan



Lembaga kesehatan Rumah Sakit tumbuh karena adanya kebutuhan masyarakat.  Sekarang ini Rumah sakit sudah semakin berkembang di masyarkat, karena masyarakat sekarang sudah mulai beralih dari pengobatan tradisional ke modern. Sekarang ini masyarakat sudah mempercayakan pengobatan kepada Rumah sakit, berbeda dengan dahulu ,dimana masyarakat dahulu lebih mempercayakan pengobatan kepada dukun atau pengobatan tradisonal lain. Sekarang ini masyarakat semakin percaya pengobatan dengan cara medis yang menggunakan alat-alat yang canggih. Hal tersebut membuktikan bahwa lembaga kesehatan Rumah sakit semakin berkembang di dalam kehidupan masyarakat.
            Tujuan lembaga sosial kesehatan khususnya rumah sakit yaitu pemenuhan kebutuhan manusia di bidang kesehatan .
            Fungsi  manifest lembaga kesehatan Rumah Sakit yaitu sebagai tempat masyarakat melakukan pengobatan secara medis atau modern, sebagai tempat konsultasi tentang masalah kesehatan, membantu pemerintah dalam melaksanakan kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat. Lembaga kesehatan jug dapat dijadikan sebagai lapangan usaha atau profesi bagi seseorang.
            Sedangkan fungsi laten dari lembaga kesehatan rumah sakit menciptakan manusia menjadi orang yang tidak mandiri dan kurang mampu menjaga serta merawat tubuhnya sendiri. Fungsi laten lainnya yaitu meningkatkan status sosial seseorang di dalam masyarakat, karena jabatan sebagai tenaga kesehatan merupakan prestasi sosial yang di hormati di masyarakat.
Karakteristik dari lembaga kesehatan rumah sakit yaitu:
1.      Merupakan lembaga sosial yang merupakan organisasi pola-pola pemikiran yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya.
2.      Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
3.      Terdapat alat-alat perlengkapan yang diperlukan untuk mencapai tujuannya.
4.      Mempunyai lambang atau simbol-simbol tertentu.

tugas kajian etnografi



PERKAWINAN DALAM DESA ADAT TENGANAN

Bali, siapa yang tidak kenal dengan pulau yang sangat terkenal tersebut? Bali merupakan pulau wisata yang terkenal di dunia yang dimiliki Indonesia. Bali banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestic. Selain terkenal dengan pantainya yang indah dan keindahan panoramanya di Bali juga terkenal dengan masyarakatnya yang masih melaksanakan tradisi para leluhur mereka. Para masyarakat di Bali juga memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Bali kepada para wisatawan yang datang berkunjung. Karena sering dikunjungi para wisatawan baik domestic maupun mancanegara masyarakat di bali sudah mulai terkontaminasi oleh modernisasi. Tetapi disela-sela masyarakat Bali yang sudah mulai terkontaminasi oleh budaya modernisasi ternyata masih ada sekelompok masyarakat di Bali yang masih sangat memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka yang masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang tersebut adalah masyarakat yang berada di desa Adat Tenganan yang ada disebelah timur pulau Bali.
Desa Adat Tenganan merupakan desa yang terletak di pulau Bali tepatnya di kabupaten  Karangasem kecamatan Manggis. Menurut keterangan yang saya peroleh dari bapak Kepala Desa desa Adat Tenganan yaitu bapak I Putu Suwarjana bahwa desa Tenganan memilik luas 917.200 hektar yang dari 917.200 hektar tersebut 0,85% merupakan pemukiman penduduk dan 22% merupakan sawah. Desa ini juga biasa disebut sebagai desa Bali Aga ataupun desa Tenganan Pegringsingan karena desa ini terkenal dengan kain tenunnya yang disebut dengan kain tenun gringsing. Kain gringsing di desa Tenganan mempunyai harga yang sangat mahal. Selain kain gringsing di desa Adat Tenganan juga terdapat kerajinan tangan lainnya seperti kerajinan anyaman dari ate, lukisan daun lontar dan kerajinan ukir. Desa Adat Tenganan merupakan desa yang masih sangat tradisional, dimana penduduknya masih sangat memegang teguh dan menjalankan tradisi yang ditinggalkan oleh para nenek moyang mereka. Desa ini juga dikenal sebagai desa pariwisata budaya di Bali. Banyak sekali wisatawan yang datang berkunjung untuk melihat kebudayaan dan tradisi masyarakat yang ada di desa Adat Tenganan. Tradisi yang sangat terkenal di desa Adat Tenganan yaitu Perang Pandan dan tradisi ini dilakukan setahun sekali.
Desa Adat Tenganan berbeda dengan desa-desa yang ada di Bali pada umunya, diamana para masyarakat di desa Tenganan menganut agama Hindu yang dewa utamanya adalah dewa Indra, sehingga apabila ada orang yang meninggal maka tidak ada upacara ngaben melainkan upacara penguburan yaitu orang yang meninggal dikubur dalam keadaan telanjang bulat. Pola hidup masyarakat Tenganan masih mengacu pada hukum adat mereka yang disebut dengan Awig-awig. Semua masyarakat di desa Adat Tenganan menjalankan peraturan yang terdapat didalam awig-awig dan masih menjalankan segala tradisi yang diturunkan oleh para nenek moyang mereka, bahkan hingga sekarang system perkawinan yang ada didalam desa Adat Tenganan masih belum berubah yaitu menggunakan system perkawinan endogami.
            System endogamy sendiri yaitu suatu perkawinan yang dilakukan antar anggota dari dalam suatu kelompok. Dalam teori evolusi keluarga JJ. Bachofen endogamy atau perkawinan didalam batas-batas kelompok menyebabkan bahwa anak-anak sekarang senantiasa berhubungan langsung dengan anggota keluarga ayah maupun ibu. Dengan demikian patriachate lambat laun hilang, dan berubah menjadi susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan parental. Di desa Tenganan masyarakatnya tidak diperbolehkan untuk menikah dengan orang yang berasal dari luar desa Tenganan mereka diharuskan untuk menikah dengan penduduk asli desa Tenganan. Jika seorang penduduk desa Adat Tenganan menikah dengan orang dari luar desa Tenganan apabila orang yang menikah tersebut perempuan maka orang tersebut akan diberi hukuaman yaitu dengan disuruh keluar dari desa untuk mengikuti suaminya tanpa mendapatkan harta benda apapun. Karena masyarakat disana beranggapan bahwa seorang perempuan yang sudah menikah bukan lagi menjadi tanggungan keluarga tetapi sudah menjadi tanggungan suami, sehingga perempuan tersebut disuruh untuk mengikuti suaminya dan akan dikeluarkan dari daftar keluarga, sedangkan apabila yang menikah dengan orang luar adalah seorang laki-laki,maka laki-laki tersebut diberikan pilihan ingin tetap tinggal di desa Adat Tenganan atau keluar dari desa Adat Tenganan. Hal ini sesuai dengan konsep dari Radcliffe-Brown mengenai hukum bahwa pada masyarakat yang ada adat dan norma-norma, untuk mana warga masyarakat seolah-olah mempunyai suatu ketaatan yang otomatis. Warga masyarakat yang melanggarnya dengan sendirinya akan mendapat reaksi keras dari masyarakatnya, karena sifat kecil dari masyarakat itu. Pada dasarnya tujuan dari system perkawinan endogamy yang ada di desa Adat Tenganan yaitu untuk mempertahankan tradisi-tradisi yang ada di desa Adat Tenganan.
Di desa Adat Tenganan juga terdapat perkawinan yang tidak diperbolehkan, selain perkawinan dengan orang luar desa yaitu perkawinan antara saudara dari pihak istri dengan saudara dari pihak suami. Karena hubungan perkawinan tersebut dianggap terlalu dekat. Disana juga melarang perkawinan adanya perkawinan antara orang tua dengan ananknya, perkawinan dengan saudara sekandung atau saudara tiri, dan perkawinan antara seseorang dengan anak dari saudara kandungnya atau keponakannya sendiri. Hubungan perkawinan seperti tersebut dianggap melanggar norma kesusilaan dan juga dianggap akan membawa bencana.
Menurut Kepala Desa desa Adat Tenganan yaitu bapak I Putu Suwarjana pada saat acara diskusi bersama dengan para rombongan KKL, beliau mengatakan bahwa ada tiga model perkawinan di dalam desa Adat Tenganan yaitu Mlegandang, Memadik, dan Nganten.  Yang pertama, mlegandang (kawin paksa) yaitu seorang laki-laki membawa lari seorang perempuan yang akan dinikahi dan disembunyikan hingga pergantian hari yang ditandai dengan adanya pemukulan kentongan sebanyak 21 kali pada pukul 06.00 WITA, yang kedua yaitu memadik yang disebut juga kawin pinang dimana orang tua dari calon pengantin laki-laki melakukan pinangan ke rumah calon pengantin perempuan dan meminta calon pengantin perempuan tersebut untuk menjadi istri dari anak laik-lakinya, sedangkan bentuk perkawinan yang ketiga adalah Nganten, yaitu perkawinan yang dikarenakan antara pengantin  laki-laki dan perempuan saling menyukai satu sama lain. Saat ini model perkawinan yang sering digunakan yaitu model perkawinan Nganten. Karena masyarakat sadar bahwa perkawinan model mlegandang dan memadik sudah kurang tepat untuk digunakan pada zaman sekarang ini.
 Didalam masyarakat desa Adat Tenganan, perkawinan merupakan sesuatu yang sakral karena hanya boleh sekali saja dilakukan. Hal tersebut terbukti dengan adanya larangan untuk masyarakat desa Adat Tenganan untuk poligami (mempunyai istri lebih dari satu) atau menikah lagi dan juga adanya larangan untuk bercerai. Di desa Adat Tenganan melarang keras adanya perkawinan poligami karena dianggap tidak menghargai kaum perempuan dan melukai persaaan perempuan. Penduduk  di desa Adat Tenganan dilarang untuk melakukan perceraian tetapi diperbolehkan untuk pisah ranjang. Selain itu perkawinan di desa Adat Tenganan juga digunakan sebagai tolak ukur dalam penempatan jabatan didalam pemerintahan adat desa, misalnya untuk menjadi seorang krama desa yaitu dilihat dari senioritas perkawinan orang tersebut dan juga orang tersebut tidak boleh melakukan poligami, tidak boleh janda maupun duda. Dan apabila seorang krama desa melakukan poligami maka dia akan lengser dari jabatannya sebagai krama desa, selain itu apabila krama desa mempunyai anak dan anak tersebut sudah menikah maka orang tersebut juga akan lengser dari jabatannya sebagai krama desa.
Dalam masyarakat Adat Tenganan tempat pelaksanaan upacara perkawinan boleh dilakukan di rumah mempelai laki-laki atau di rumah mempelai perempuan, tergantung hasil kesepakatan dari kedua belah pihak pengantin. Pelaksanaan upacara perkawinan dipimpin oleh ketua adat desa Adat Tenganan dan yang menentukan hari pernikahan juga ketua adat desa, tanggalan yang digunakan untuk menentukan hari pernikahan yaitu tanggalan desa Adat Tenganan sendiri. Biasanya dalam upacara perkawinan, diadakan suatu syukuran di rumah kedua belah piahak mempelai. Dalam syukuran tersebut dilakukan penyembelihan babi untuk menjamu para tamu. Berbeda dengan perkawinan di Jawa dimana pengantin laki-laki harus memberikan mas kawin, di desa Adat Tenganan dalam perkawinan tidak diwajibkan memeberi mas kawin karena masyarakat disana menganggap dengan pemberian mas kawin sama saja dengan merendahkan seorang perempuan, seolah-olah perempuan dapat dibeli dengan mas kawin. Setelah menikah pengantin tersebut akan tinggal bersama dengan orang tua untuk sementara waktu dan biasanya setelah tiga bulan pernikahan, pasangan pengantin tersebut diharuskan membangun rumah sendiri dengan menggunakan biaya sendiri di tanah yang disediakan oleh ketua adat dan juga diberi kayu untuk membangun rumah. Apabila pasangan pengantin tersebut belum mempunyai biaya untuk membangun rumah, maka pengantin tersebut diharuskan lapor kepada ketua adat untuk meminta perpanjangan waktu untuk membangun rumah dan ketua adat akan memberikan perpanjangan waktu kepada pasangan pengatin tersebut.
 Di desa Adat Tenganan juga terdapat perkawinan yang disebabkan karena hamil diluar nikah. Di desa Adat Tenganan apabila ada remaja yang hamil diluar nikah, maka orang tua akan dimintai uang denda sebesar seribu rupiah pertahunnya selama seumur hidup dan apabila sang orang tua telah meniggal maka sang anak yang akan menggantikan untuk  membayar denda. Denda yang diminta tersebut bukan semata-mata karena materi tetapi denda yang diminta pertahun tersebut untuk mengingatkan kesalahan orang tua yang dianggap telah lalai dalam mendidik dan menjaga anak sehingga mengakibatkan anak hamil sebelum menikah.
Di desa Adat Tenganan jarang terjadi permasalahan dalam suatu perkawinan. Menurut sumber yang bernama Ni Wayan Mauratmi yang merupakan penduduk asli desa Adat Tenganan, mengatakan bahwa idealnya pada masyarakat adat Tenganan Bali jarang terdapat permasalahan-permasalahan dalam perkawinan. Apabila terjadi permasalahan dalam keluarga dan permasalahan tersebut masih tergolong dalam permasalahan yang ringan maka untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan cara berunding antara suami dan istri. Lalu apabila permasalahan yang timbul tidak dapat diselesaikan dengan berunding biasanya cara yang digunakan yaitu dengan mendatangkan pihak ketiga, disini pihak ketiga yang dimaksud adalah orang tua sebagai saluran mediasi dan jika cara tersebut masih belum bisa menyelesaikan permasalahan jalan terakhir yang di tempuh yaitu dengan pisah ranjang karena tidak memungkinkan untuk melakukan perceraian karena di desa Adat Tenganan perceraian tidak diperbolehkan.
Jika dibandingkan, perkawinan di Jawa dengan perkawinan yang ada di desa Adat Tenganan Bali berbeda baik itu dilihat dari upacara perkwinan maupun system perkawinannya. Di Jawa jika dalam perakwinan harus memberikan mas kawin sedangkan di desa Adat Tenganan Bali tidak diharuskan untuk memberikan mas kawin. Di Jawa perceraian dalam perkawinan tidak dilarang sedangkan di desa Adat Tenganan Bali perceraian didalam perkawinan tidak diperbolehkan dan dilarang.










DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2009. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Pages